Bismillahir Rohmanir Rohiim...
Cerita ini bermula pada hari
selasa kemarin (04 Desember 2012). Pada hari ini Fahni berangkat menuju Kota
Kabupaten Paser yang dikenal dengan sebutan Tana Grogot (sekarang berganti jadi
Tana Paser) untuk mengantarkan laporan bulanan ke Dinas Kesehatan Kab. Paser.
Sebenarnya tujuan utama dari perjalanan ini bukan laporan itu (laporan bulanan
ini rencananya akan Fahni antarkan hari Senin depan), melainkan Fahni harus
pergi ke BKD (Badan Kepegawaian Daerah) untuk foto (katanya untuk kelengkapan
Tanda Pengenal bagi pegawai negeri yang ada di Paser). Pembuatan foto ini
ternyata sudah berlangsung lama (sejak bulan puasa kemarin, ckckckck), tapi
herannya kenapa tidak ada pemberitahuan dari Pimpus??? (mungkin Pimpusnya lupa
kali yach?..)
Alhamdulillah semua urusan penting
yang Fahni ingin lakukan pada hari ini berjalan lancar (mumpung lagi di Kota,
jadi selain foto masih ada beberapa kepentingan yang bisa Fahni lakukan). Yup!
Semua bisa selesai sebelum masuk waktu Dhuhur.
Setelah urusan selesai, Fahni
kembali ke rumah teman yang Fahni jadikan persinggahan kalau sedang berada di
Grogot. Itu adalah rumah salah satu sahabat terbaik Fahni yang ada di Kaltim
ini (juga sebagai teman kost Fahni di Kost-an yang baru, masih terhitung baru
karena belum sampai setahun, baru mulai tinggal di sini awal bulan Romadhon
kemarin, hehehe)
Dia adalah “Himmatul Ulya”,
biasanya Fahni panggil dengan sebutan “Hima”, kami lahir di tahun yang sama
(1985), tapi karena Fahni lebih tua bila dihitung dari bulannya, maka dia
memanggil Fahni dengan sebutan “
Mba’”(panggilan
untuk kakak perempuan bagi orang Jawa). Dulu sebenarnya kami pernah tinggal di
kost-an yang sama juga, itu waktu awal kami berada di Kecamatan Tanjung
Harapan, desa Tanjung Aru ini. Dulu kami bertiga dalam satu kamar kost. Kami
bertiga, Fahni, Hima dan Dian. Mereka berdua berprofesi sebagai bidan desa yang
ditempatkan di desa Labuang Kallo dan desa Random pada waktu itu (pusban di
desa tersebut), karena sesuai SK Bapak Bupati Paser menempatkan mereka di sana,
jadi kami cuma sementara tinggal bertiga. Meraka berdua akan di tugaskan ke
desa lain, bukan di pusat kecamatan (desa Tanjung Aru) seperti penempatan
Fahni. Karena profesi Fahni sebagai nutrisionis, jadi memang penempatannya di
Puskesmas Induk, padahal sebenarnya kalau menurut Fahni, sebaiknya di setiap
desa juga ada nutrisionisnya masyarakat bisa lebih tersentuh dengan pengetahuan
tentang gizi (karena terus terang saja, kadang ilmu gizi itu dipandang setengah
mata oleh orang, padahal semua ilmu itu punya andil yang besar dalam perjalanan
hidup manusia, tak terkecuali ilmu gizi, geleng-geleng.com)
Lanjut kisah tentang Hima ^_^
Walau kami beda suku (Hima suku
Jawa), tapi kami bisa dibilang bisa satu pemikiran tentang cara hidup (walau
memang ada bedanya juga, mana ada sich manusia yang pemikiran dan tingkah
lakunya sama persis?.. anak kembar identik pun tidak sama dalam berpikir dan
bertindak. Iya khan?). Kami bisa jadi sangat kompak bila bersama dari awal kami
tinggal bersama, sampai kami berbeda tempat tugas pun (beda desa) kami masih
menjaga silaturahim kami, apalagi karena kalau Fahni ke Grogot kalau tidak ke
rumah Mba’ Bayu, Fahni selalu ke rumah Hima. Dan ternyata saat ini, kami
kembali tinggal bersama walau di kost-an yang berbeda dari yang dulu (yang
insyaAlloh lebih nyaman, aamiin).
Hima adalah sosok seorang sahabat
yang Fahni amat kagumi, karena sedari kecil jiwa berwiraswastanya sudah
tertanam. Dia pernah bercerita untuk mendapatkan uang jajan lebih, kaddang dia
berjualan pernak-pernik ke teman-temannya di sekolah (itu waktu dia masih duduk
di Sekolah Dasar). Yah, dia adalah sosok yang tangguh bagi Fahni, karena dia
pantang menyerah dalam mengerjakan apa pun yang dia inginkan, sampai sekarang
dia masih tetap sama, bahkan mungkin lebih bersemangat dengan adanya karunia
dari Alloh SWT yang diamanahkan padanya, seorang anak yang lucu bernama
“Muhammad Khairul Azzam”(suaminya sangat suka dengan Film KCB, tdk bermaksud
promosi, hihihi). Baiklah, kita sudahi dulu kisah tentang Hima, semoga di hari-hari
selanjutnya Fahni bisa bercerita lebih tentang sosok sahabat yang Fahni kagumi
ini (insyaAlloh...aamiin Yaa Alloh)
Fahni makan siang di rumah Hima
siang itu, kemudian berlanjut dengan ngobrol bersama Hima dan Mba’ Mus (kakak
perempuan Hima) yang juga tinggal di rumah yang sama dengan Hima (karena
awalnya memang Mba’ Mus yang lebih dulu tinggal di Grogot). Menjelang sore,
Fahni bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke rumah Orang Tua Mba’ Bayu
yang berada di Kecamatan Long Ikis, Desa Samuntai tepatnya. Setelah jam
menunjukkan pukul empat sore kurang sepuluh menit, Fahni diantarkan ke terminal
Grogot untuk naik mobil yang menuju ke Samuntai.
Setelah tiba di terminal, Fahni
pun langsung membayar karcis untuk mobil yang akan Fahni tumpangi. Awalnya
Fahni tidak merasa suntuk di terminal itu karena Fahni sempatkan untuk telfonan
dengan Sang Pangeran tersayang (^_^). Tapi tidak lama kemudian perut Fahni
terasa sangat sakit dan Sang Pangeran menyarankan untuk menyudahi dulu
telfonannya supaya Fahni bisa berdzikir dengan harapan hal tersebut bisa
mengurangi rasa sakit yang Fahni rasakan (karena memang sepatutnya kita sebagai
hamba Alloh SWT sadar, bahwa yang bisa mengangkat penyakit dari seorang hamba
adalah Sang Pencipta, maka haruslah kita hanya bersandar kepada-Nya, Ya!!! hanya
kepada-Nya). Alhamdulillah sakitnya agak berkurang, setelah beberapa saat Fahni
berdzikir, tapi hati ini merasa agak gelisah karena belum ada lagi penumpang
yang datang. Waaa... selang beberapa menit dari munculnya kegelisahan itu, ada
seorang perempuan yang datang untuk menumpang mobil untuk ke Penajam(Alhamdulillah
ada yang tujuannya lebih jauh dariku, batinku). Sambil menunggu lagi, Fahni
putuskan untuk menelfon Ibu. Menelfon Ibu, hati terasa amat tenang, tentunya!!!
Ibu khan sosok yang memang untuk seorang anak sejak anak itu berbentuk janin di
dalam kandungan Ibu. Akhirnya datanglah satu mobil angkutan kota yang membawa
beberapa penumpang wanita yang juga ingin ke Penajam, so dengan gesitnya Fahni
langsung naik ke mobil untuk mengatur posisi (hihihi).
Mobil yang Fahni tumpangi
akhirnya akan melaju dari terminal setelah Pak Supir dan teman-temannya melihat
penumpangnya sudah cukup banyak (hikz...Fahni menunggu sekitar sejam di
terminal, baru mobilnya bisa jalan). Sudah enak ngatur posisi duduknya, eeee
teman Pak Supir bilang kami semua(penumpang) harus ganti mobil dengan mobil
yang ada di belakang (gemes dech rasanya, sambil agak ngomel dengan penumpang
lain, kenapa tidak dari tadi bilangnya, sabar Fahni...sabar... hihihi). Jadilah
kami semua pindah ke mobil yang ditunjuk dan setelah semua penumpang yang ada
di terminal naik, mobilnya pun berangkat.
Perjalanan dari Grogot ke Samuntai
setidaknya membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam jika tak terkendala apa
pun di jalan. Lumayan agak lama memang, jadi bisa tidur-tiduran, herannya Fahni
tidak bisa tidur rasanya kali itu, mungkin karena hujan yang mengiri perjalanan
itu. Jadinya terasa damai hati dan pikiran (^_^). Memasuki wilayah Samuntai,
kenapa rasa-rasanya mengantuk yach?.. Wadduh, harus memaksakan diri untuk
membelalakkan mata ini(hohoho), kalau tidak bisa kelewatan jadinya. Alhamdulillah
dengan usaha yang sangat keras (hiperbola.com), tibalah Fahni di gerbang jalan
masuk menuju rumah Orang Tua Mba’ Bayu.
Turun dari mobil, Fahni langsung
mengirim pesan singkat (sms) ke Mba’ Bayu (sesuai pesannya, kalau Fahni sudah
tiba di luar gerbang harus mengabari agar nanti dijemput). Sms dikirim... Sms
diterima... hohoho, jadi ingat salah satu program TV lucu yang ada di salah
satu stasiun TV jaman bahula. Menunggu Bapaknya Mba’ Bayu pulang dari Mushollah
(Fahni sampai tepat waktu Sholat Magrib), Fahni melangkahkan kaki ke penjual
gorengan yang tidak jauh dari gerbang itu. Fahni belilah beberapa gorengan yang
ada di situ (itung-itung sebagai buah tangan yang lupa Fahni siapkan waktu di
Grogot tadi, walau mungkin murah meriah). Waktu Ibu penjual gorengan
membungkuskan gorengannya Kakungnya Zahra datang (Kakung, sebutan untuk Kakek
dari suku Jawa, Zahra khan nama anaknya Mba’ Bayu, masih ingat cerita tentang
si tikus, hehehe). Selesai dibungkus, Fahni pun berangkat dengan dibonceng
Kakung masuk ke kediaman mereka. Alhamdulillah Fahni disambut dengan pemadaman
lampu dari PLN Grogot di Samuntai ini.
Masuk ke rumah Uti-Kakungnya
Zahra (Uti, sebutan nenek dari suku Jawa). Ternyata para penghuni rumah semua
sedang bercengkrama di ruang tamu. Selain ada Si Empunya rumah beserta
anak-cucunya, Uti-De (Sebutan untuk saudara nenek yang lebih tua) juga ada di
situ (Alhamdulillah Fahni dan lumayan akrab dengan semua keluarga Mba’ Bayu
yang ada di Kaltim ini). Jadilah kami bersenda gurau di ruang tamu itu setelah
Fahni terlebih dahulu ijin masuk ke kamar mandi untuk mencuci kaki (cuci kaki
dan tangan setelah dari luar rumah adalah salah satu Sunnah Rosulullah SAW yang
patut kita contoh, agar syaitan yang ikut masuk ke rumah melalui kaki *selain
kuman-kuman tentunya* bisa kita singkirkan dengan mencuci kaki, semoga di lain
hari Fahni bisa menunjukkan hadistnya, insyaAlloh...aamiin). Lama kami berbagi
cerita di ruang tamu itu sampai Uti-De dijemput Kakung-Po (sebutan untuk kakak
laki-laki dari nenek, dalam hal ini suaminya Uti-De yang memang bersaudara
kandung dengan Uti-nya Zahra).
Bongkar formasi pun akhirnya
terjadi setelah Uti-De pulang(hahaha). Fahni pun masuk ke kamar Mba’ Bayu (kebetulan
Bapak Zahra jalan ke Grogot sore tadi karena ada urusan mendadak) untuk ganti
kostum dan bersih-bersih (mandi). Tapi sebelumnya tunggu giliran karena berbagi
lampu dengan Zahra dan Ibunya. Setelah Mba’ Bayu selesai dengan urusannya di
kamar mandi (hehehe), giliran Fahni yang menyelesaikan urusan di Kamar mandi (hohoho).
Setelah keluar dari kamar mandi ternyata lampunya sudah menyala (Alhamdulillah).
Walau lampu sudah menyala, kami tinggal tidur saja lagi karena memang lampunya
nyala setelah jam istirahat.
Di kamar Mba’ Bayu malam itu,
kami tidur bertiga, Mba’ Bayu, Zahra dan Fahni sendiri. Fahni dan Mba’ Bayu
tidak langsung tidur ketika sudah berada di pembaringan, kami masih asyik
berbagi kisah, baik kisah yang sudah pernah kami bagi, maupun yang belum. Seingat
Fahni memang sudah agak lama kami tidak bercengkrama di tempat tidur seperti
itu. Mungkin sejak Zahra dititipkan ke rumah Utinya untuk bersekolah. Saking asyiknya
kami ngobrol, Zahra sampai bilang: cepat tidur, cepat juga bangunnya. Fahni
langsung tersenyum dengan menahan tawa karena ucapan anak itu. Zahra ini memang
termasuk anak yang cerdas dan cepat tanggap bila kita ditinjau dari segi
usianya, jadi sangat sayang jika dia harus bersekolah di Tanjung Aru, tempat
kami bekerja. Entah selang beberapa menit setelah ucapan anak itu, Fahni pun
tertidur dalam buaian rasa capai di badan (hiperbola.com again, hehehe).
bersambung...